Profil Santri Barizi S.PdI
Oleh : Choirul Anam Djabar
Barizi, S Pdi, yang lahir di Probolinggo, 7 Januari 1977, merupakan santri Jam’iyah Tilawatil Quran (Jatiqo)/JTQ Provinsi Jatim yang mengkhatamkan Riwayat Hafsh, Imam Ashim, jalur Asy-Syathibiyah, paling awal, yaitu tahun 2014, dan telah pula mengkhatamkan Riwayat Qalun, jauh sebelum pandemi Covid-19.
Karena itu, tidaklah mengherankan bila ia dipercaya untuk mengajar santri yunior di kelompok Majid Hidayatullah, Kandangan Surabaya. Dan, yang perlu dicatat, ia adalah penulis Khat (penulis huruf Arab) pada buku ‘Kembali ke Al Baghdadi Menuju Murattal Tujuh Lagu’ yang diterbitkan oleh ‘Quanta’ (Grup Gramedia, 2014). Buku ini merupkan buku pedoman bagi santri baru, baik mereka sudah mahir, maupun dari awal/nol. Semua harus melalui buku tersebut. Ke depan, diharapkan bisa menuliskan mushaf riwayat non Hafsh.
Di samping punya kelebihan mahir dalam bidang kaligrafi, santri yang satu ini juga punya kelebihan di bidang juru dakwah (muballigh). Beberapa masjid di kawasan Surabaya barat dan sekitarnya, memasangnya dalam daftar khatib Jumat. Dan setiap hari Jumat, Sabtu, dan Ahad, ia mengisi kajian rutin ba’da Subuh Kusuma (Kuliah Subuh Lima Menit) di Masjid Hidayatullah, Kandangan Surabaya.
Bapak dari tiga anak yang kini tinggal di Kandangan Gunung Pemula No. 20 Surabaya itu, mulai belajar membaca Alquran sejak usia anak-anak, yakni sekitar usia empat tahun, di sebuah desa kecil di Probolinggo. Metode yang dipakai kala itu adalah metode Al Baghdadi (turutan). Dari situlah, ia mulai bisa membaca Alquran.
Setamat di SDN Perpangan I Probolinggo, santri yang tercatat lulus Program Murattal Tujuh Lagu (PMTL) dengan nomor 005/S/JTQ-Jatim/V/2012 ini, Tahun 1993 melanjutkan pendidikannya di Ponpes Sidogiri, Pasuruan selama empat tahun. Di sana ia mulai belajar makhorijul huruf dan ilmu tajwid.
Ia mulai bergabung dengan Jatiqo Jatim tahun 2007. Ia sangat terkesan dengan PMTL, karena diakui, selama ini dirinya belum mengenal nama-nama lagu tersebut. Apalagi menggunakannya.
KISAH UMROH
Sejak 2007 itu pula, ia mulai mengamalkan ilmunya dengan mengajar, baik di lembaga formal maupun individu/privat. Di lembaga formal, ia mengajar di SD Al Manar, Pakal, Surabaya, dan sejak tahun 2017 ini, ia mendapat kepercayaan sebagai kepala Sekolah di lembaga tersebut.
Di forum pribadi/individu/privat, Barizi antara lain mengajar di kawasan perumahan elit Citra Land, Bukit Palma, Wiyung, dan banyak lagi yang lainnya.
Dari mengajar privat itu, ia punya pengalaman yang mengejutkan, karena baru-baru ini (sekitar Februari 2017) ia berkesempatan menunaikan ibadah umroh.
Padahal sebelumnya tidak ada rencana sama sekali. Usut punya usut, ternyata ia diberangkatkan oleh santri privatnya yang berdomisili di permumahan elit Citra Land.
Namun sebenarnya isarat itu sudah ada sejak lama. Diawali dari sebuah niat seorang pimpinan pondok, sekaligus kepala TPA di wilayah Kandangan, yakni Abah Firdaus (Alm.) yang memang berniat ingin memberangkatkan umroh.
Tapi Abah Firdaus sendiri tidak punya uang yang cukup. Maka ia diberikan sedikit uang untuk ditabung. Tentu saja, Barizi segera menabungkannya, meskipun dalam kenyataan, tidak bisa nambah sampai saatnya dia benar-benar bisa berangkat umroh.
Sementara, seniornya juga pernah menanyakan kepada dirinya mengenai hal itu. Sang senior kemudian memberikan harapan dan saran, agar ia bersungguh-sungguh, sabar, dan telaten dalam mengajarkan Alquran. “Insya Allah, suatu saat keinginan sampeyan untuk ke tanah suci akan terlaksana,” kata sang senior.
Isarat lainnya, ketika teman-temanya mengajar berkunjung ke rumahnya, salah satu di antara mereka ada yang memposting foto jamuannya di grup WA dengan keterangan yang intinya mengabarkan bahwa itu adalah jamuan Barizi telah menunaikan ibadah umroh.
Hal itu tentu saja mengejutkan teman lain yang tidak ikut berkunjung ke rumahnya. Banyak dari mereka yang protes. Kenapa Barizi kok nggak bilang-bilang, dan sebagainya. Tentu saja, Barizi kemudian mengklarifikasi bahwa sebenarnya ia belum melaksanakan ibadah umroh.
Menjelang keberangkatannya, salah seorang penjaga masjid Hidayatullah, Kandangan, memberitahukan dan memohon doa restu bahwa dirinya akan menjalankan ibadah Umroh. Tentu saja Barizi dengan senang hati mendoakannya, dan tidak lupa ia pun minta didoakan agar bisa segera menyusulnya. Eeh, ternyata yang berpamitan justru didahului oleh Barizi.
Sebelumnya, salah seorang teman santri Jatiqo Jatim yang mengaji di Masjid Hidayatullah, Kandangan Surabaya, mengajak agar membeli miniatur pintu Kakbah. Menurut dia, salah seorang kerabatnya, tidak lama setelah membeli miniatur Kakbah, dirinya berkesempatan untuk pergi ke tanah suci. Lalu Barizi dan teman tersebut sama-sama membeli barang tersebut.
Isyarat ternyata tidak hanya berupa hal-hal yang menyenangkan, tapi juga ada isyarat yang tidak mengenakkan. Beberapa hari sebelum adanya kabar keberangkatan umrohnya, Barizi mendapat musibah. Dompet yang berisi surat-surat penting, di antaranya BPKB, SIM, KTP, dan lain-lainnya lenyap digondol maling saat ia melaksanakan jamaah salat subuh di Masjid Hidayatullah, Kandangan, Surabaya.
Tentu saja hal itu sangat menyedihkan. Kemudian, ia pun curhat kepada kami. Kepadanya kami sarankan agar banyak membaca istigfar. “Insya Allah, semua ada hikmah di balik musibah itu,” kata kami untuk meredam kesedihannya.
Sementara itu pula, beberapa hari sebelum kabar keberangkatannya, salah seorang teman santri di Masjid Hidayatullah juga menjanjikan akan memberikan baju seragam haji milik familinya. Menurut dia, biasanya hal itu bisa mempercepat untuk bisa pergi ke tanah suci.
Dan, benar apa yang dikatakan teman tersebut. Malahan sebelum baju itu diberikan, ternyata sudah dapat tawaran dan positif akan segera berangkat umroh dengan biaya penuh dari santri privatnya yang berdomisili di perumahan elit Citra Land tersebut. Subhanallah…. Air mata Barizi pun tidak terbendung mendapat kabar tersebut.***