Oleh : Choirul Anam Djabar
Nama lengkapnya Abu ‘Izzabillah Rendra Yanuardianto bin Ahmad bin Muhammad Shodiq. Namun ia biasa dipanggil Rendra. Kalau saja ia bisa istiqamah ngaji seperti saat ini, maka dalam waktu dekat, ia bisa segera mengejar sang pengajar, karena meski baru bergabung dengan Jatiqo/JTQ (Jam’iyah Tilawatil Quran) Provinsi Jatim akhir September tahun lalu (2016), namun saat ini (bulan Maret 2017) telah mencapai Surat An Naml (juz 20).
Padahal sang pengajar, rata-rata menghatamkan Alquran sekitar lima tahun. Bahkan saat ini pun sebenarnya sang pengajar pun telah terkejar, karena ia telah menghafal 30 juz, sementara sang pengajar belum. Mungkin ada yang bertanya-tanya, mengapa ia bisa menempuh perolehan yang begitu cepat?
Hal itu tak lain dan tak bukan, karena hampir seluruh jadwal kegiatan sang pengajar diikutinya dari berbagai tempat, mulai dari Masjid Hidayatullah di Kandangan Surabaya, Musholla Al Mukhtar di Jl. Mleto Surabaya, Masjid Al Ikhlas (Kompleks Polsek Wonocolo Surabaya), dan Musalla At Taubah (Kompleks Kantor Persatuan Wartawan Indonesia/PWI Jatim di Jl. Taman Apsari Surabaya).
Rendra yang dilahirkan di Surabaya, 3 Januari 1995/1 Sya’ban 1415 H, dan kini tinggal di kawasan Gubeng Surabaya ini, meski sudah mampu menghafalkan 30 juz Alquran, namun dirinya bukanlah keturunan dari keluarga yang agamis, juga bukan di lingkungan pondok pesantren.
Malahan, sejak kecil dia dididik oleh seorang ibu non muslim. Karenanya tidak mengherankan jika pendidikan formalnya sejak TK, SD, dan SMP dilaluinya melalui pendidikan non muslim. Kemudian, sang ibu pun meninggal, ketika Rendra baru usia kanak-kanak.
Sejak itu, hidupnya dilalui tanpa seorang ibu. Namun di balik musibah itu, terdapat hikmah yang luar biasa. Karena ia kemudian mendapat hidayah untuk memeluk Islam. Hidayah itu datang lewat mimpi diajak sang kakek (dari keturunan ayah yang beragama Islam) ke masjid. Mimpi itu berlangsung beberapa kali, sehingga terketuk hatinya untuk mengikuti agama sang bapak.
Sejak itulah ia mulai belajar membaca huruf hijaiyah, tepatnya di pertengahan tahun 2010 dengan dua orang paman dari keturunan sang ayahm, yakni Ali bin Muhammad Shodiq dan Abdullah bin Muhammad Shodiq. “Alhamdulillah, seminggu langsung bisa baca Alquran walau pun sudah barang tentu belum lancer,” kata Rendra. Sejak saat itu pula ia mulai menghafal Alquran.
Untuk menunjang hafalannya, di pertengahan tahun 2012 mulai belajar Bahasa Arab hingga saat ini. “Dengan belajar Bahasa Arab, semakin mempercepat dan melancarkan hafalan,” kata Rendra, seraya menambahkan, di awal tahun 2016 ia telah selesai menghafal 30 juz walau belum mutqin (mantap). Hingga saat ini masih proses memantapkan/me-mutqin-kan hafalan.
Rendra adalah tipe anak muda yang haus akan ilmu, khususnya ilmu agama Islam dan lebih khusus lagi ilmu tentang Alquran. Sejak ia bisa membaca Alquran, ia mulai aktif salat berjamaah berkeliling dari masjid satu ke masjid yang lainnya, di dekat rumahnya.
Sampailah ia salat jamaah magrib di masjid Manarul Ilmi (kompleks kampus ITS, Keputih Surabaya), dan ketemu salah seorang imam rawatib, yakni Ust. Baidun Maknun. Sehabis salat, Rendra memberanikan diri ingin belajar Alquran kepada beliau. Dan Alhaamdulillah, sang ustadz pun menyanggupi. Dari sini dia tahu betapa banyak kekurangannya dalam membaca Alquran.
Seperti dijelaskan, sebelumnya, Rendra adalah tipe anak muda yang haus akan ilmu, khususnya ilmu agama Islam dan lebih khusus lagi ilmu tentang Alquran. Karenya tidaklah mengherankan bila guru-guru Alqurannya cukup banyak.
Selain guru-guru yang disebutkan di atas, masih ada sejumlah nama. Di antaranya, Al-Ustadz Supriyanto, Al-Ustadz Muhammad Lukman Hakim, Tjioe, Beberapa Ustadz di lembaga Griya Alquran, Al-Ustadz Mu’ammar Khadafi bin Umar Bajry dari Indramayu.
Selain itu, juga Al-Ustadz Muhammad Zainuddin Nur Habibi dari Jombang. Melalui Ustadz ini dia telah membacakan kepadanya 30 Juz Alquran, sang ustadz ini merupakan salah satu guru di lembaga Griya Alquran. Ada juga guru online-nya, yakni, Asy-Syaikhoh Ummu Ahmad dari Bosnia, dan Asy-Syaikh Al-Muqri` Abu Ruwais di Salatiga, serta sederet nama yang belum disebutkan di sini. Termasuk guru-guru bahasa Arab-nya.
Perkenalannya dengan kami, sekaligus Jam’iyah Tilawatil Quran (Jatiqo) Jaatim dimulai pada pertengahan Agustus. Ia mencari guru untuk Alquran yang baru. Kali ini ia mencari di internet, khususnya di youtube. Dari sinilah ia kemudian bertemu dengan bacaan kami, baik murottal maupun tilawaah/mujwwad.
Tampaknya ia tertarik dengan program Murottal Tujuh Lagu yang dikembangkan Jatiqo Jatim. Kemudian ia pun mencoba kontak melalui Facebook. Dan Alhamdulillah, akhirnya pertemuan itu ditindaklanjuti melalui pertemuan darat yang berlangsung hingga saat ini.
Demi menjaga hafalannya, kami sengaja tidak mewajibkan untuk mendalami lagu lebih serius. Namun begitu, Rendra telah bisa menebak lagu apa jika kami membawakan di hadapannya. Lebih dari itu, ia pun telah mengenal bacaan riwayat lain selain Riwayat Hafsh Imam Ashim. Karenanya, ke depan ia bertekad untuk melanjutkan setor riwayat lain. Dan saat ini dirinya telah mengantongi bebeerapa mushaf riwayat, sampai qiraat Asyarah yang masih berupa digital.
Pada pertemuan pertama, kami mempertanyakan mengenai murajaah hafalannyam, berapa jumlahnya. Ia mengaku tidak tentu. Karena itu, kami sarankan agar idealnya sehari lima juz. Atau paling tidak tiga juz setiap hari. Dan, Alhamdulillah, saat ini ia sudah mampu murajaah 90 halaman (4,5 juz).
Bagi kami, hal ini adalah sebuah amalan susah dilaksanakan bagi seorang secara mandiri. Artinya, ia tidak berada di lingkungn pondok. Juga bukan di pendidikan formal. Ia murajaah dengan sendirinya. Ditambah lagi dengan salat jamaah yang ia laksanakan lima waktu.
Subhanallah…. Mudah-mudahan Allah memberikan kekuatan kepada Rendra untuk terus meningkatkan kualitasnya…Amin ya Robbal Alamiin.