Jatiqojatim.com
Artikel Pilihan Redaksi Tokoh

Profil Singkat Pengarang Sholawat Badar KH Ali Mansur

TEMPAT KELAHIRAN
lahir : Jember, Jawa Timur pada 4 Ramadhan 1340 H atau 23 Maret 1921 M.
Ayah : KH. Manshur bin KH. M. Shiddiq Jember
Ibu : Shofiyah binti KH. Basyar dari Tuban.

KH. Ali bin Manshur termasuk dalam keluarga besar as-Shiddiqi. Kakeknya yang bernama KH. M. Shiddiq (Jember), adalah seorang ulama yang menurunkan ulama-ulama besar seperti KH. A. Qusyairi, KH. Ahmad Shiddiq, KH. Mahfuzh Shiddiq, KH. A. Hamid Wijaya, KH. Abdul Hamid (Mbah Hamid Pasuruan), KH. Yusuf Muhammad, dan lain sebagainya. Beliau masih keturunan Mbah Sambu Lasem (Pangeran sayyid M. Syihabuddin Digdoningrat) bin sayyid M. Hasyim bin Sayyid Abdurrahman Basyaiban (Sultan Mangkunegara III).

WAFAT
KH. Ali Manshur wafat pada 26 Muharram 1391 atau bertepatan pada 24 Maret 1971 dalam usia 50 tahun. Makam beliau berada di desa Maibit, Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban. Dulu tak banyak yang tahu kalau KH. Ali di makamkan di desa Maibit. Bahkan beberapa warga desa setempat tak mengenal sepak terjang KH. Ali. Makam KH. Ali baru beberapa tahun terakhir direnovasi dan sering dikunjungi orang umum.
Pasca dibahas oleh Gus Dur, nama KH. Ali terus jadi bahan pembicaraan di kalangan para ahli sejarah dan budayawan. Terutama dari kalangan Nahdliyin. Sehingga akhirnya banyak para peziarah dari jauh yang datang ke desa Maibit untuk tawasul dan membuktikan kebenaran ucapan Gus Dur.

PENDIDIKAN
Masa kecil KH M. Ali Mansur dihabiskan di Tuban. Setelah tamat belajar di MI Makam Agung Tuban, beliau mondok di beberapa pesantren besar, antara Pesantren Termas Pacitan,Pesantren di Lasem (asuhan Mbah Makshum), lalu Pesantren Lirboyo Kediri hingga Pesantren Tebuireng Jombang. Di Lirboyo ini, beliau kelihatan bakatnya dalam penguasaan ilmu ‘arudh dan qowafi (dasar-dasar ilmu membuat syair berbahasa arab).

PERANAN DI NAHDLATUL ULAMA (NU)
Lepas dari pesantren, beliau pulang ke Tuban lalu bergabung dengan GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia) dan masuk laskar Hizbullah. Paska kemerdekaan, beliau hijrah ke beberapa kota : Besuki, Sumbawa, lalu Bali. Di Bali ini beliau jadi ketua Cabang NU dan diangkat jadi anggota konstituante dari NU.
Ia juga aktif sebagai seorang pegawai di bawah Kementerian Agama. Tepatnya, menjadi Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) di kecamatan hingga promosi menjadi Kepala Kementerian Agama (Kemenag) di tingkat kabupaten.Sebelum wafat di Tuban, beliau menetap di Banyuwangi tahun 1962. Di kota ini beliau jadi ketua cabang partai NU, dan banyak terlibat dengan intrik politik menentang PKI dan PNI.*

Related posts

Kenalkan, Namaku : Uang

adminjtq01

Pemegang Sanad Al Quran Tertinggi di Dunia

adminjtq01

Tarbiyyah Penjara Bagi Seorang Ulama

adminjtq01