
Oleh: Faris (Reporter Jatiqojatim.com)
Kenapa tidak dari dulu bertemu dengan ustadz. Inilah kata yang paling dalam keluar dari lubuk hati santri yang satu ini. Dia adalah Rizkiya Hidayati, nenek dari enam cucu kelahiran Pamekasan, 25 Juli 1958 itu.
Ada rasa menyesal di dalam dada, kata dia, kenapa tidak dari dulu ketika masih muda bertemu dengan ustadz Drs H Choirul Anam Djabar, pengasuh Program Murattal Tujuh Lagu (PMTL) dan belajar ngaji.
Namun, inilah kenyataan yang harus diterima. Bagi Rizkiya, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Dia juga merasa bersyukur dengan program PMTL ini, karena hal ini sesuai dengan anjuran nabi bahwa yang tidak boleh ditinggalkan adalah mencari ilmu. “Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim, sejak lahir sampai ke liang lahat,” kata Rizkiya mengutip salah satu sabda Rasulullah Saw.
Bagi dia, program PMTL yang diselenggarakan oleh Jam’iyah Tilawatil Quran Provinsi Jawa Timur di masjid Hidayatullah Kandangan itu sangat tepat. Apalagi di kajian PMTL ini segala usia bisa mengikuti mulai dari usia kanak-kanak sampai kakek-kakek dan nenek-nenek.
Itulah sebabnya, wanita yang sudah berusia lanjut ini tidak malu dan minder untuk mengikuti kajian tersebut. Di usia yg mencapai kepala enam ini, Bu Rizky, demikian panggilan akrabnya, masih tetap eksis mengikuti progam PMTL.
Dia merupakan santri kelompok Masjid Hidayatullah, Kandangan Surabaya, dengan mengambil jadwal Sabtu dan Ahad, setiap habis salat Subuh. Bu Rizky tetap bersemangat dan istiqamah, meski jarak rumahnya dengan masjid Kandangan mencapai 5 km. Hujan dan panas tak jadi halangan untuk meraih rida Allah. Apalagi dia bisa mengendarai mobil sendiri.
Bu Rizky mulai mengikuti pengajian Murattal Tujuh lagu sejak 2015. Dia mendengar program ini dari mulut ke mulut. Pada suatu hari dia menerima undangan pengajian milad di sebuah rumah wakaf yatim piatu. Meski dalam keadaan letih dan malas, tapi dia tetap datang. Dalam pertemuan itulah dia mulai mengetahui program PMTL.
Meski di usia yang sudah senja, Bu Rizky memiliki aktivitas yang cukup padat. Dia mengajar puluhan anak dan ibu-ibu di rumahnya. Karena merasa kurang saat mengajar baik tajwid maupun makhroj dan lagu yang terlihat monoton didengar, maka dalam pertemuan di rumah wakaf yatim piatu tersebut dia meminta saran (curhat) kepada salah seorang ibu.
Kemudian ibu tersebut menyarankan untuk belajar di masjid Muhajirin yang berlokasi di kompleks kantor Kota Madya Surabaya yang diasuh oleh Ustadz Choirul Anam. Karena merasa kejauhan kemudian dia memilih belajar di Masjid Hidayatullah, Kandangan Surabaya.
Dia mengaku sudah bisa mengaji berirama, namun irama yang dibaca terdengar alami dan tidak banyak variasi serta terdengar monoton. “Maklum tidak belajar ke seorang guru, tapi belajar otodidak,” kata Bu Rizky. “Dalam hati saya betanya-tanya adakah lembaga yang mengajarkan ngaji berirama merdu. Dan Alhamdulillah, harapan saya itu kini telah terkabul,” tambah dia berkaca-kaca.
Dalam mendalami program PMTL ini, tidak sedikit halangan dan rintangan yang menghadang. Di antaranya anaknya menderita sakit yang cukup lama dan akhirnya meninggal, mobilnya terkena begal, jatuh di kamar mandi, dan sebagainya.
Dengan perjuangan yang gigih itu, akhirnya Bu Rizkiya pun berhasil lulus program PMTL. Artinya, dia berhak untuk mengaji Alquran mulai Surat Al Baqarah. Dia tercatat sebagai lulusan yang ke-39.
Kelulusan itu tidak menyurutkan semangat dan kecintaannya kepada Alquran. Setelah lulus Program PMTL, dia bertekad untuk segera menghatamkan. Bahkan, dia juga bertekad, setelah khatam riwayat Hafsh, akan melanjutkan ke jenjang berikutnya, yakni ke riwayat-riwayat yang lain. Dia benar-benar merasakan damai dan indahnya lantunan baca Alquran.***