Oleh: Moh. Junaidi, S.Ag, M.Pd.I.
Nama lengkap Alfakir Moh. Junaidi, S.Ag, M.Pd.I. Sejak kecil alfakir belajar mengaji dengan kedua orang tua alfakir dan guru ngaji kampung di masjid Miftahul Falah (sekarang bernama Masjid Al-Falah) desa Talun, Kecamatan Kayen kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Di usia sekolah dasar, selain belajar di MI Miftahul Falah juga belajar dunia pesantren di Madrasah Diniyah Miftahul Falah.
Dengan keterbatasan ekonomi, selama sekolah di MTs Wali Songo dan SMAN 1 terpaksa alfakir harus mencukupkan diri menimba ilmu kitab kuning pada ayah alfakir dan guru-guru Diniyah di kampung. Itu pun sangat minim yang alfakir dapat. Semasa itu pula alfakir mulai mengenal dan belajar seni tilawah Alquran (qiroah).
Lompatan ilmu Alquran baru alfakir dapatkan setelah hijrah ke Surabaya pada Juli 1995, yaitu sejak kuliah di IAIN Sunan Ampel Surabaya (sekarang bernama UINSA). Di Surabaya bermula dari jadi guru ngaji di TKA-TPA-TQA Al-Khoirot, lalu di TKA-TPA-TQA Al-Akbar dan Madrasah Diniyah Al-Akbar, ketiganya berada di kawasan Balongsari Krajan kecamatan Tandes Surabaya.
Di situ alfakir mendapat amanah jabatan sebagai Kepala Madrasah Diniyah Al-Akbar hingga tahun 2006. Kemudian berlanjut di TPQ dan Madrasah Diniyah Ibnu Hajar daerah Kendung, Sememi, Kecamatan Benowo Surabaya. Di TPQ Ibnu Hajar inilah ia mendapat amanah lagi untuk memegang jabatan Kepala TPQ. Dan di sini pula alfakir dimasukkan dalam jajaran pengurus Yayasan Pendidikan dan Sosial Ibnu Hajar.
Sambil membantu mengurusi Rumah Yatim-Dhuafa’ Ibnu Hajar alfakir berkesempatan melanjutkan kuliah Magister (S-2) di UNSURI Surabaya. Sebelumnya pernah diterima S-2 di IAIN Sunan Ampel tapi putus karena terkendala biaya.
Di Surabaya alfakir mulai mengenal pejuang-pejuang Alquran di lingkungan LPPTKA-BKPRMI baik tingkat kota maupun provinsi. Dan yang terasa istimewa mulai mengenal para pakar Alquran seperti KH Bashori Alwi (pengasuh Pesantren Ilmu Alquran Singosari Malang) dan KH Ahmad Dzul Hilmy Ghozali (tokoh 5 besar dunia bidang Qiroah Sab’ah).
Nama yang terakhir inilah yang melahirkan santri pilihan sebagai guru Qiroah Sab’ah sekaligus pengasuh Program Murottal Tujuh Lagu (PMTL) Jam’iyah Tilawatil Qur’an (JTQ) Provinsi Jawa Timur, yaitu Al-Mukarrom Al-Ustadz Drs H Choirul Anam Djabar yang saat ini menjadi guru spesial Alquran alfakir.
Alfakir pernah belajar menimba ilmu makhroj dan shifatul huruf Alquran secara klasikal sekitar 2 bulan di bawah bimbingan langsung KH Ahmad Dzul Hilmy Ghozali, di Citra Anak Sholeh Sukomanunggal asuhan Al-Ustadz Syifa’uddin, S. Ag. Nama terakhir inilah yang membimbing dan menuntun alfakir hingga mendapatkan Syahadah sebagai prasyarat standarisasi pengajar Alquran metode Tilawati.
Waktu terus berjalan bagaikan pedang yang terhunus. Begitu lulus sarjana (tahun 2000 awal) alfakir langsung mengajar di MA Hasyim Asy’ari dan MI Tri Shakti. Di MI ini ia mulai merintis pembelajaran Alquran metode Tilawati untuk seluruh murid yang melibatkan seluruh jajaran dewan guru sebagai Ustadz dan Ustadzahnya, dan alhamdulillah berjalan sampai sekarang hingga terbentuklah TPQ-MADIN secara non formal.
Tahun 2016 alfakir mendapat amanah untuk memegang jabatan Kepala Sekolah di MA Hasyim Asy’ari, yaitu SMA Islam yang beralamatkan Jl. Balongsari Tama 3B/22 Tandes Surabaya sampai sekarang. Di sini alfakir mulai menggelontorkan program unggulan, yaitu Tahfizh Alquran, Klinik Alquran, dan Bisnis Ekonomi Syari’ah.
Di sela-sela kesibukan, alfakir tetap memprioritaskan diri untuk memperdalam ilmu Alquran hingga saat ini berhasil mendapatkan sertifikat kelulusan Program Murottal Tujuh Lagu (PMTL) Jam’iyah Tilawatil Qur’an provinsi Jawa Timur dengan nomor sertifikat 054/S/JTQ-Jatim/VII/2019 di bawah bimbingan langsung Ust Drs H Choirul Anam Djabar.
Alfakir berharap, semoga langkah awal ini menjadi spirit dan motivasi alfakir untuk memulai mengaji dari awal mushaf Alquran Riwayat Hafsh Imam Ashim. Tekad alfakir, setelah menguasai murattal tujuh lagu, juga menguasai berbagai riwayat bacaan Alquran, khususnya dalam Qiroah Sab’ah (Qiraat Tujuh). Mohon bantuan doanya kepada semua.
Mengenai kisah secara kronologis hingga bergabung ke PMTL, dapat alfakir ceritakan, bahwa keinginan untuk memperdalam ilmu Alquran sebenarnya sudah sangat lama dan terasa menggelora semenjak mengikuti pelatihan-pelatihan yang diisi oleh para pakar ahli Alquran di Jawa Timur.
Begitu ada info melalui WA dari group FKPQ Kecamatan Benowo yang ditulis (kalau tidak salah oleh Ustadzah Nor Azizah) bahwa di Masjid Hidayatullah Kandangan terdapat bimbingan belajar Alquran Qiro’ah Sab’ah bakda Subuh, yang ternyata juga ada program murottal tujuh lagu, maka alfakir merasa gusar dan tidak tenang mengingat ada kesempatan kok alfakir tidak sesegera ngaji ke sana.
Seiring dengan sekolah anak-anak alfakir yang mengharuskan masuk lebih pagi maka kesempatan berangkat lebih pagi dari biasanya ini alfakir gunakan betul untuk ikut ngaji di masjid tersebut di bawah asuhan Ustadz Drs. H. Choirul Anam, santri kepercayaan pakar Alquran KH Dzul Hilmy Ghozali.
Awalnya, alfakir merasa plonga-plongo melihat banyak santri yang sudah pada mahir. Tiap kali habis diajari, alfakir di rumah rasanya tidak bisa tidur kalau belum bisa menirukan bimbingan beliau Ust Choirul Anam, apalagi sudah diberi contoh melalui youtobe beliau.
Pikiran selalu terbebani kalau tiap maju harus mengulang dan mengulang karena belum bisa, mengingat masih banyak ilmu Alquran yang belum saya kuasai sementara umur sudah terasa tua. Belajar diawali dengan pree test membaca surat Al-Fatihah dan surat-surat pendek, dilanjutkan metode Al-Baghdadi menuju murottal Tujuh Lagu.
Saat memasuki pembelajaran murottal tujuh lagu, alfakir merasa tambah plonga-plongo, tidak tahu mana itu lagu Nahawand, Sika, Bayyati dan seterusnya. Nama-nama lagu saja baru tahu, gimana membedakannya? Begitu gumam alfakir dalam hati. Tapi Alhamdullilah, berkat bimbingan guru saya, Ustadz Drs. H. Choirul Anam Djabar, yang amat sabar, ikhlas dan telaten, alfakir dapat menguasai murottal tujuh lagu sampai lulus.
Berkat usaha keras dan kegigihan alfakir dalam mempelajari materi yang diberikan, alfakir dapat melalui perjalanan dengan sangat lancar. Sudah barang tentu hal ini membutuhkan pengorbanan, terutama waktu dan tenaga, sehingga setiap kali pertemuan, Alhamdulillah alfakir dapat dengan lancar menguasai materi yang telah diberikan.
Keikutsertaan istri dan anak-anak alfakir dalam mendampingi mengaji menjadi support tersendiri sekaligus spirit dan motivasi dalam membangun keluarga yang cinta akan kitab sucinya Alquran. Terlalu banyak yang harus diceritakan. Semoga semua itu tidak menjadikan saya bersikap riya’, ujub, apalagi takabbur dan semacamnya. Namun itu sekedar tahadduts binni’mah, yaitu sekedar menceritakan kenikmatan-kenikmatan yang Allah SWT berikan pada alfakir.**