Oleh : Suwarno
Nama lengkap Alfakir adalah Suwarno. Alfakir lahir di Kota Kediri, 10 Juli 1970, tepatnya di desa Gayam, Kecamatan Mojoroto, dekat Gunung Wilis, sebelah utara sekitar tiga km dari Gunung Klotok. Di kampung halaman alfakir, masa kecil atau anak-anak di sana waktu itu jarang sekali ada kelompok mengaji atau kalau sekarang bisa dibilang Taman Pendidikan Alquran (TPQ/TPA). Hal ini disebabkan selain jarang atau langka guru ngaji, juga orang tua tidak mendukung. Meski begitu, alfakir masih ingat, alfakir sering ikut salat Jumat.
Di usia 10 tahun, alfakir ada masalah keluarga, sehingga alfakir harus hijrah ke Surabaya ikut ibu yang pisah dengan ayah sampai sekarang. Ada banyak beban yang harus alfakir pikul saat alfakir masih usia anak-anak. Masalah utamanya adalah kasus perpisahan kedua orang tua.
Hal itu menyebabkan banyak masalah yang tidak terurus. Seperti masalah khitan. Ini tentu saja jadi masalah, karena usia 10 tahun sudah bukan merupakan usia kanak-kanak lagi. Karena itu, masalah khitan juga banyak dipermalukan oleh teman-teman alfakir saat itu.
Sementara itu, seperti alfakir jelaskan sebelumnya, di desanya bisa dibilang tidak ada majelis pelajaran Alquran atau mengaji Alquran. Hal ini juga menjadi masalah. Saat alfakir berusia remaja, kembali menjadi bahan olok-olokan teman-teman karena belum bisa ngaji.
Teman-teman sebaya alfakir saat itu sudah sampai Alquran, sementara alfakir masih alif-bak-tak. Bahkan sampai lulus madrsah ibtidaiyah ngaji alfakir masih kurang lancar. Ironisnya, setelah lulus dan masuk SMP sudah tidak mengaji lagi sampai nikah.
Masa-masa kelam alfakir dimulai dari SMP. Di usia tersebut, alfakir sudah mengenal miras dan perjudian. Bahkan setelah lulus SMP sudah mulai mengenal perempuan. Karena dunia yang kelam itulah, alfakir akhirnya tidak sampai menamatkan pendidikan SMA. Alfakir hanya sampai di kelas 2.
Saat itu dunia alfakir benar-benar hitam kelam. Tiada hari tanpa khamer (minuman keras), perjudian, dan perempuan. Tapi maling alhamdulilah tidak pernah. Namun demikian, alfakir sering dibawa ke kantor polisi karena teman-teman alfakir yang bikin ulah.
Meski malang melintang di dunia hitam, namun alfakir tidak pernah terlibat langsung, melainkan hanya sebagai komandan (begitu kira-kira –red.). Bahkan alfakir bisa bermain cantik, sehingga dipercaya sebaga mediator antara polisi dan pelaku. Iya, alfakir diperacaya sebagai motivator alias sebagai penasihat kepada orang yang berselisih sesama pemain geng.
Tubuh alfakir pernah ditato, bergaul mulai pejabat, dukun, pencuri, pencopet, pelacur, penjudi, peminum, tukang riba, kiai, ustadz, modin, dan sebagainya. Pokoknya waktu itu alfakir bisa bergaul dengan siapa saja.
Tahun 1991 alfakir hijrah kos sendiri. Dalam hijrah ini, alfakir mulai aktif membaca buku. Terutama terjemah Alquran. Di terjemah Alquran edisi Depag, alfakir menemukan salah satu ayat dalam Alquran Surat Al Baqarah, yakni ayat 23-24. Saat itulah, alfakir mulai sadar bahwa Alquran itu benar-benar kitab yamg tidak ada tandinganya.
Terjemahan kedua ayat tersebut adalah: “Dan jika kamu meragukan (Alquran) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah jika kamu orang-orang yang benar. Jika kamu tidak mampu membuatnya, dan (pasti) tidak akan mampu, maka takutlah kamu akan api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir.”
Dengan keyakinan tersebut, alfakir terus membaca tafsir sampai khatam. Tapi belum tobat. Alfakir taubat diawali dengan perkenalan kepada seorang perempuan yang saat ini menjadi ibu dari keempat anak alias istri alfakir. Walaupun alfakir tidak tamat SMA, tapi istri alfakir adalah seorang sarjana. Pertama kali dia kenal, calon istri alfakir tersebut masih semester 2. Barangkali karena status pendidikan tersebut membuat orang tua si perempuan yang purnawirawan TNI AD tersebut tidak setuju. Selain itu, karena saya juga pemabuk saat itu, dan tidak jelas masa depannya. Tidak punya titel, melarat, preman, dan sebagainya.
Puncak keberanian untuk menyatakan cinta kepada calon istri alfakir ketika usia menginjak usia 23 tahun. Alhamdulillah, ternyata calon istri alfakir itu bisa menerima cinta alfakir. Bahkan kalau diprosentase, cintanya bukan hanya 100 persen, tapi bahkan mungkin lebih dari seribu persen.
Akibat keputusan menerima cinta sang kekasih, akhirnya wanita calon istri alfakir tersebut diusir dari rumah hanya karena sebuah cinta yang tulus. Saat itu, alfakir berjanji, kalau dapat nikah, alfakir akan tobat total, atau taubatan nashuha.
Alhamdulillah sampai detik ini alfakir isiqamah dalam taubat. Kata ‘taubatan nasuha’ itulah yang menginspirasi alfakir menjadikan nama jamaah alfakir. Nama itulah yang menjadi cikal bakal jamaah pengajian ‘taubatan nashuha’ yang sampai saat ini masih alfakir laksanakan di rumah alfakir, setiap hari Senin akhir bulan, setelah salat Isya’.
Setelah taubat, alfakir sibuk mencari ilmu, dari guru satu ke guru yang lain dan membaca berbagai kitab, utamanya tafsir. Sementara awal perkenalan dengan Ust. Drs H Choirul Anam Djabar dimulai sejak tahun 2013 melalui salah seorang jamaah. Sejak itu pula alfakir mulai memperdengarkan bacaan-bacaan Alquran alfakir. Dimulai dari surat-surat pendek, kemudian ke Al Baghdadi (turutan), dan sampai menghafal maqra-maqra yang menjadi rujukan/referensi murattal tujuh lagu.
Alfakir mengakui, setelah berkenalan dengan Ust. Choirul Anam, alfakir merasa semakin bodoh, karena banyak sekali bacaan yang harus dibenarkan. Namun alfakir tidak berputus asa. Meski ia belum lulus Al Baghdadi (karena satu dan lain hal), namun alfakir bertekad terus akan belajar dan belajar membaca Alquran dengan baik dan benar melalui Ust Choirul Anam.
Terakhir, alfakir ingin mengungkapkan, beberapa tahun terakhir tercetus ide dakwah tanpa suara, yakni dengan tulisan (stiker) yang dapat ditempelkan di mana saja. Utamanya di kendaraan. Stiker ini berbunyi: ‘AYO TOBAT SEBELUM ANDA SEKARAT’. Kata-kata ini terinspirasi dari Alquran yang berbicara dahsyatnya sakaratul maut yang terdapat dalam surat qaf ayat 19: ‘Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang dahulu hendak kamu hindari’.
Jadi, kalimat tersebut bukan merupakan kata yang dibuat-buat begitu saja, melainkan bersumber dari firman Allah tersebut. Dan Alhamdulillah, stiker tersebut sudah menyebar ke seluruh pulau Jawa, dan bahkan sudah go internasional, karena sudah sampai di kota Makkah saat wukuf di padang Arafah.**