Jatiqojatim.com
Profil Santri

Banyak Belajar dari Santri Senior Abah Anam

Saya (nomor 2 dari kiri) bersama 3 orang anak, dan suami Fatkhur Rifa’i (nomor 2 dari kanan).

Oleh: Sri Wahyuni

Perkenankan saya memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama saya adalah Sri Wahyuni. Lahir di Malang, 1 Agustus 1980. Saya adalah anak ketujuh dari 11 bersaudara. Sebagaimana diminta oleh Abah Anam (panggilan akrab Ust. Choirul Anam Abdul Djabar, Ketua Jam’iyah Tilawatil Quran Provinsi Jawa Timur, dan pengasuh Murattal Tujuh Lagu di Masjid Hidayatullah, Kandangan Surabaya), maka di sini saya akan menceritakan secara kronologis riwayat belajar Al-Qur’an saya.

Saat masih SD saya mulai belajar mengaji di Dinniyah Mushalla An-Nuur di dekat rumah saya. Kebetulan pembinanya adalah para guru dari SD Khadijah. Alhamdulillah, ilmu yang diajarkan oleh para relawan guru Khadijah sama dengan apa yang diajarkan di sekolah swasta tersebut, walau kami anak kampung beliau tetap mengajar seperti di sekolah swasta.

Materi yang diajarkan bermacam-macam. Mulai dari ilmu, Fiqh, Aqidah Akhlaq, Bahasa Arab, dan ilmu agama Islam pada umumnya. Dari semua materi, yang paling saya senang adalah qiro’ah (seni membaca Al-Qur’an). Dari situ pula saya jadi senang membaca Al-Qur’an. Meski demikian, perlu diketahui, bahwa kedua orang tua saya kurang memahami Al-Qur’an dengan baik dan benar.

Setelah SMP saya pindah di Surabaya, tepatnya di daerah Surabaya Utara.Jl. Krembangan Jaya Utara gang IX/11. Waktu SMP saya punya guru ngaji yang kebetulan beliau adalah seorang qori’. Murid-muridnya, termasuk saya, disuruh sering belajar sendiri di rumah. Beliau memberikan referensi beberapa qari yang bisa dicontoh atau ditirukan. Masing-masing murid, diberikan referensi yang berbeda.

Untuk saya, di antaranya diberikan referensi qori’ H. Muammar ZA. Jadi saya sering mendengar kaset-kaset beliau. Cuma perjumpaan saya dengan beliau tidak lama hanya sekitar 1 tahun dan itupun hanya beberapa kali pertemuan.

Setelah lulus SMA saya pindah ke perumahan Benowo.Tepatnya di Griya Citra Asri. Daerah Sememi- Klakahrejo- Benowo. Di saat saya sudah bekerja saya juga masih sering ikut ngaji. Kebetulan rumah saya dekat dekat masjid Mujahidin 2. Di situ saya belajar membaca Al-Qur’an secara murattal.

Namun sayang, belajar hanya sebentar saja. Dan guru saya memberi kenang-kenangan DVD Murattal Syekh Mishari Rasyid. Beliau hanya berpesan, sering-seringlah mendengarkan dan menirukan bacaan Al-Qur’an dari mereka yang sudah mahir. Syukur kalau bisa sampai sama persis.

Waktu saya mengaji di masjid Mujahidin 2 saya punya teman ngaji bernama Pak Mulyadi. Beliau sering mendengar saya mengaji, kemudian beliau menyarankan supaya saya mencari guru ngaji yang bersanat. Artinya punya guru yang bermata rantai menyambung kepada Rasulullah.

Kemudian saya bertanya balik ke beliau, di mana saya bisa ngaji seperti itu, lalu beliau mengatakan di masjid Hidayatullah, Kandangan Surabaya yang kebetulan tidak jauh dari tempat tinggal saya.

Dan dari situlah akhirnya saya bisa bertemu dengan Abah Choirul Anam. Dan Alhamdulillah, beliau benar-benar bisa berusaha menata saya dengan sangat detail. Dulu saya hanya sering mendengar murattal Al-Qur’an melalui audio saja, tanpa mengetahui kejelasan tentang ilmu cara membaca secara baik dan benar.
Dari pelajaran yang diberikan oleh Abah Choirul Anam, saya menjadi tahu hal-hal yang belum saya ketahui cara dan praktik membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Beliau juga mengajarkan kepada saya tentang teknik cara mengambil suara agar tidak sering kehilangan suara ketika bernada rendah, dan tidak pecah ketika bernada tinggi.

Karena sebelumnya suara saya sering hilang, sampai-sampai pernah saya mengaji di depan beliau serak hampir tak bersuara, namun beliau hanya tersenyum kepada saya dan mengatakan. “Cara sampeyan salah ngambil suaranya jadi sering sakit di tenggorokannya,” kata beliau. Lalu beliau memberitahukan cara yang benar.

Melalui buku tulisan beliau yang diberi judul ‘Kembali ke Al-Baghdadi Menuju Murattal Tujuh Lagu’, saya semakin paham dan semakin mencintai ilmu Al-Quran. Dari sini saya dapat mengetahui nama-nama lagu dan variasi dalam Al-Qur’an yang telah disepakati oleh ulama qurra’. Tidak hanya mengetahui, tapi juga dapat mempraktikkannya dalam membaca Al-Qur’an, sehingga membuat membaca Al-Qur’an tidak membosankan, tapi justru malah menyenangkan.

Masih banyak lagi ilmu yang diberikan oleh beliau kepada saya yang tidak bisa saya ungkapkan. Dan Alhamdulillah, dengan mengaji di Masjid Hidayatullah, saya tidak hanya bisa menimba ilmu dari beliau. Akan tetapi bisa menimba ilmu dari santri senior beliau, seperti Ustadzah Nor Azizah. Hal ini memang sangat dianjurkan oleh beliau. Sebab seiring bertambahnya peserta/santri, maka semakin berkurang kesempatan untuk mengajar kepada seluruh santrinya.

Dari murid beliau Ibu Noer Azizah saya belajar cara ikhlas berhadapan dengan Al-Qur’an. Karena beliau mengingatkan kepada saya bacalah Al-Qur’an dengan ikhlas tanpa memakai suara dan lagu yang dibuat-buat. “Apalagi suara ‘mucuk’. Itu bukan suara yang keluar dari hati, dan bukan lahjan Arabiyan,” begitu pesan beliau Ustadzah Nor Azizah.

Maka semenjak itu saya lebih giat lagi memahami arti bacaan Al-Qur’an yang saya baca. Karena membaca Alquran dan memahami artinya itulah yang membuat kita bisa membaca lebih baik dan indah. Karena Al-Qur’an adalah Al Furqon, pembeda. Dan cara membacanya pun pastilah tidak sama dengan kitab yang lain.
Dan Alhamdulillah, selain bisa belajar kepada Ustadzah Nor Azizah, masih ada lagi santri Abah Choirul Anam. Beliau adalah Ustadz Suwito yang mengajarkan saya ilmu terjemah dan tafsir Al-Qur’an. Alhamdulillah, dari Ustadz Suwito saya bisa mengetahui arti dari bacaan Al-Qur’an.

Beliau, Ustadz Suwito mengajarkan kepada kami urut ayat. Tidak beliau ajarkan kepada kami lompat ayat (tematik) karena beliau khawatir jika tidak belajar secara urut ayat bisa jadi salah pemahamannya.
Begitulah cara Allah mempertemukan saya dengan Abah Choirul Anam dan para santri seniornya yang sungguh luar biasa.

Untuk kegiatan saya saat ini yang berhubungan dengan belajar-mengajar Al-Qur’an, mengajar dari TPA ke TPA/TPQ. Kadang menjadi guru tamu. Karena saya belum punya TPQ sendiri. Selain itu, juga menjadi guru privat mengaji bagi orang-orang yang mau belajar mengaji atau bagi orang-orang yang membutuhkan belajar tapi terhalang udzur syar’i.

Seperti karena sakit struk tapi masih ingin mengaji, para pekerja yang ingin belajar mengaji di saat mereka libur kerja, atau para ibu-ibu yang malu bergabung dengan ibu-ibu pengajian karena tidak mempunyai dasar sama sekali.

Akhirnya, kami mohon doa restunya, mudah-mudahan kami segera memiliki TPA sendiri.(ditulis sendiri oleh Sri Wahyuni)**

Related posts

Umroh Berkat Mengajar Mengaji

adminjtq01

Berawal dari Dunia yang Hitam Kelam

adminjtq01

Rendra, Pengejar sang Pengajar

adminjtq01